Makna Filosofis Arsitektur Gedung DPR dan Monas
REP | 11 April 2011 | 13:24 Dibaca: 795 Komentar: 2 Nihil
Penggagas
pembangunan gedung DPR-RI dan Monumen Nasional (Monas) yang menjulang
tinggi di Lapangan Merdeka , depan Istana Merdeka itu, adalah Bung
Karno, Presiden RI pertama. Mulai dirancang tahun 1950-an dengan
didukung oleh sejumlah arsitek jempolan pada waktu itu. Sebagai seniman
dan insinyur sipil, BK tidak mau membangun monumen tanpa dasar filosofi
yang bersumber pada sejarah budaya Indonesia. Ternyata, wujud gedung
DPR-RI dan Monas, didasarkan pada budaya Hindu kuno. Jika gedung DPR-RI
melambangkan yoni atau alat vital perempuan (vagina), maka Monas melambangkan lingga atau alat vital laki-laki (phallus). Tentu saja wujud kedua lambang tersebut tidak ditampilkan secara nyata (realis), tetapi dibuat secara absurd atau samar.
Vagina
atau lubang peranakan, alias ‘jalan bayi saat lahir’, memiliki bagian
yang disebut labium atau labia, atau bibir vagina. Dan bibir vagina itu
sendiri terbagi dua bagian majus (majora) dan minus (minora).
Lalu
bagaimana kaitannya kedua alat kelamin tersebut dengan teori politik?
Sekarang, lihatlah dulu bentuk Monas. Dia adalah lambang lingga (phallus). Dia melambangkan laki-laki atau ayah. Itu sebabnya Monas dibangun di dekat Istana Merdeka. Si ayah menggambarkan pihak eksekutif maka tempatnya di Istana Merdeka. Kemudian lihatlah bentuk gedung DPR-RI. Bukankah dia memiliki unsur-unsur bentuk yoni atau vagina dan labium. Perhatikan sekali lagi! Gedung DPR-RI yang berada di Senayan tersebut. Dia dilambangkan sebagai ibu
(secara politis, dia adalah legislatif). Sang ibulah tempat melahirkan
anak (Undang-Undang) setelah bekerjasama dengan sang ayah (eksekutif)
yang ada di Istana Merdeka.
Demikianlah makna filosofis gedung DPR-RI dan Monas yang ada di Jakarta. Jadi atap gedung DPR-RI tersebut melambangkan yoni, bukan ‘bokong orang tengkurep’ atau ‘bathok kura-kura’ .Selain proklamator, BK memang seorang seniman-budayawan ulung!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar